Etika Kebebasan Berpendapat
Dewasa ini, negara kita sering dilanda berbagai macam isu hingga demo-demo yang bersifat anarkis. Sejak era reformasi bergulir dan apa yang disebut oleh para akademisi serta orang awam sebagai kebebasan berpendapat berhasil diperoleh mereka semua merasa berhak untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat mereka sendiri dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan berdemo yang biasanya berakhir dengan kericuhan. Pasca reformasi bangsa Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum yang melindungi setiap warga negara dalam melakukan setiap bentuk kebebasan berpendapat, menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan, hal ini dilindungi peraturan perundang-undangan di Indonesia baik didalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28, maupun diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan.
Pasca reformasi masyarakat Indonesia mengalami euphoria demokrasi yang sangat hebat. Dahulu untuk berbicara dengan nada tinggi terhadap presiden sudah menjadi pidana, sekarang mengkritik presiden di depan umum adalah hal biasa.
Sebagai negara demokrasi kebebasan berpendapat tidak harus menjadi sekedar bebas mengemukakan pendapat tetapi harus bertanggung jawab dan beretika dalam berpendapat. Menentukan parameter nilai etika dalam berpendapat yang ideal sangat sulit. Setiap upaya penentuan batas nilai etika berpendapat akan divonis sebagai pengebirian berpendapat.
Etika berpendapat tersebut tidak perlu harus sesuai dengan etika adat ketimuran atau etika kesopanan. Tetapi layaknya dalam berpendapat harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya tanpa harus men"justifikasi" fakta yang masih belum jelas. Artinya, dalam kebebasan berpendapat tidak boleh memutarkan balikkan fakta kebenaran yang ada. Bila hal ini terjadi akan merupakan fitnah dan pencemaran nama baik. Bila etika berpendapat hanya melanggar etika adat, budaya dan kesopanan tidak terlalu masalah karena sangsi yang didapat hanyalah sekedar sangsi sosial.
Pameo lama mengatakan fitnah lebih kejam dari pembunuhan sehingga wajar bila itu terjadi akan berdampak hukum. Karena fitnah dan pencemaran nama baik akan berakibat sangat merugikan bagi yang mendapatkannya. Ternyata dari sebuah opini yang memutarkan balikkan fakta yang ada, dapat mematikan kehidupan dan mata pencaharian seseorang. Seorang pedagang bakso diisukan memakai daging tikus akan membuat pedagang akan kehilangan mata pencaharian sseperti isu yang berkembang beberapa tahun kemarin. Bila semua orang boleh bebas berpendapat seenaknya tanpa beretika, maka akan kacaulah negera demokrasi ini. hal ini sudah terlihat bila kita membuka mata lebar-lebar. para mahasiswa yang merasa bangga dengan mengucapkan kepentingan rakyat akan berdemo habis-habisan sampai ke tingkat anarkhis. mereka bahkan menghina dan membakar foto-foto para pemimpin kita yang baru bekerja sekian tahun dan diwarisi oleh hutang serta berbagai macam sistem birokrasi yang kurang baik ini. para mahasiswa tersebut terkadang hanya membuat sebuah justifikasi bahwa pemerintahan yang sedang berjalan ini tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi sejak reformasi bergulir.
pemerintah tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila segala macam bentuk kebijakan dan keputusan yang ada selalu ditolak dan dihina, sesharusnya kita para akademisi bisa berpikir lebih kritis dahulu sebelum bertindak. Negara yang baru 13 tahun merasakan nikmatnya demokrasi ini seakan-akan seperti seorang anak kecil yang diberi kebebasan untuk melakukan apapun oleh orang tuanya. Padahal Negara yang paling demokrasi di Dunia, yaitu Amerika Serikat saja dalam menyalurkan aspirasi/pendapat punya aturan-aturan dan tidak sebebas yang terjadi di Indonesia seperti saat ini.
sebagai akademisi, mahasiswa yang notabenenya disebut-sebut sebagai pejuang rakyat harusnya mengetahui secara jelas dampak yang akan terjadi apabila kita berdemo secara berlebihan. seperti kasus tukang bakso diatas, janganlah mengatas namakan demokrasi dan kebebasan berpendapat kita dapat dengan seenaknya menghina dan bertindak anarkhis.
Senin, 04 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar